Ilustrasi - NET |
“Kita ingin menunjukan bahwa Persebaya tidak bisa lepas dari sejarah. Dan satu-satunya Persebaya yang memiliki sejarah dengan kota Surabaya adalah Persebaya 1927. Bukan yang lain,” kata salah satu kordinator suporter Persebaya 1927, Siti Nasiah kepada wartawan, Minggu (8/12).
Siti Nasiah menambahkan bahwa, doa bersama ini juga dilakukan untuk memperkuat silaturahmi dan merapatkan barisan bagi suporter Persebaya 1927.
Dia menegaskan semua suporter Surabaya sudah paham betul permainan politik yang dilakukan PSSI dengan melarang keikutsertaan Persebaya 1927 di kompetisi. Namun menurutnya, sikap PSSI tidak bisa merubah fanatisme bonek terhadap Persebaya yang sesungguhnya, Persebaya 1927.
“Kami, suporter sudah tahu siapa yang sebenarnya ilegal dan yang tidak. Kami tidak bisa dibohongi,” tegasnya.
Istigosah juga ditujukan untuk doa agar perjuangan Persebaya 1927 yang tengah melakukan gugatan ke Badan Abitrase Internasional (CAS) terhadap keputusan PSSI itu, segera dikabulkan.
“Kami optimis gugatan tersebut akan menang. CAS mestinya juga tahu siapa yang salah dan benar dalam kasus ini,” tandasnya.
Sikap suporter legendaris tersebut juga diwujudkan dengan melakukan boikot. Mereka memastikan tidak akan masuk stadion dan menonton semua pertandingan kandang dan tandang Persebaya yang musim depan berkompetisi di Liga Super Indonsia.
Raharjo, salah satu bonek menyatakan bahwa aksi boikot bukan gertak sambal, melainkan satu sikap seluruh suporter Persebaya 1927.
“Kami Akan Boikot Nonton Persebaya. Ini adalah sikap kita sebagai suporter klub Persebaya yang asli, yang memiliki sejarah, Persebaya 1927. Bukan suporter klub Persebaya yang tidak jelas yang sesungguhnya tidak punya kaitan apapun dengan Surabaya,” Ujar Raharjo, Minggu (8/12).
Dia yakin dengan boikot ini maka stadion tempat Persebaya LSI bermain akan sepi. “Biar semua tahu bahwa klub yang didukung oleh suporter hanyalah Persebaya yang asli,” kata dia.
Seperti diketahui, dualisme Persebaya semakin meruncing. Setelah usulan untuk marger dua klub, Persebaya 1927 yang berkompetisi di Indonesia Premier League (IPL) dan Persebaya yang berkompetisi di Divisi Utama, gagal.
PSSI kemudian mengeluarkan aturan baru. Persebaya 1927 dilarang bermain di LSI sebagai satu satunya kompetisi dibawah PSSI, karena dianggap ilegal.
Persebaya 1927 sendiri melakukan perlawanan dengan menggugat keputusan PSSI itu ke Badan Arbitrase Internasional (CAS) di Jenewa, Swiss. Sampai sekarang CAS belum mengeluarkan keputusan.(Koran Madura)